Menagih Janji Sang Menteri

      Tak ada komentar pada Menagih Janji Sang Menteri

DSC_0087

Sabtu, 12 Maret 2016
di Kampus Kerakyatan (katanya)

Ratusan mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tergabung dari BEM KM UGM dan seluruh DEMA/BEM/LEM/LM fakultas se-UGM siang tadi melakukan aksi di halaman Gedung Grha Sabha Pramana. Aksi ini dilakukan dalam rangka menyambut kedatangan Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi di kampus kerakyatan. Akan tetapi, sungguh disesalkan, bapak menteri ternyata tidak jadi hadir. Berdasarkan informasi yang tidak jelas sumbernya, beliau secara mendadak mendapat tugas kepresidenan. Sehingga, bapak menristek-dikti yang awalnya diagendakan akan memberi key note speechs pada sebuah acara seminar harus digantikan oleh bapak Intan Ahmad selaku Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan RI. Dalam aksi ini, massa aksi meminta bapak Ahmad agar bersedia beraudiensi secara terbuka. Meskipun massa aksi kecewa lantaran menristek-dikti tidak jadi datang ke kampus, audiensi tetap dilaksanakan secara damai dan kondusif.

Dalam audiensi tersebut, massa aksi menuntut menristek-dikti khususnya Dirjen Dikti agar menepati janjinya terhadap 4 poin tuntutan yang telah disepakati bersama antara menristek-dikti, rektorat UGM, dan mahasiswa dalam pertemuan evaluasi penyelenggaraan UKT pada bulan Mei tahun 2015 silam. 4 poin tersebut meliputi:
1. Adanya pelibatan mahasiswa dalam setiap agenda UKT. (Sosialisasi dan evaluasi UKT setiap tahunnya).
2. Adanya mekanisme “keringanan UKT” pada awal masuk/registrasi bagi mahasiswa baru yang merasa keberatan.
3. Adanya mekanisme “Update UKT” bagi setiap mahasiswa baru di semester-semester selanjutnya.
4. Adanya rentang UKT yang proporsional. Jangan sampai ada rentang antar golongan yang terlalu jauh, misal UKT 2 Rp 1.000.000, UKT 3 Rp 9.000.000. Akan diupayakan pula agar nominal UKT tidak flat, artinya mesti flexible. Hal ini memungkinkan adanya golongan UKT turunan, missal golongan 3a, 3b, 3c, dst..
Poin 1-3 akan dimasukkan dalam peraturan menteri tentang UKT di tahun 2015. Sedangkan poin 4 baru akan dibicarakan kembali semua PTN dan baru akan disahkan di awal tahun 2016.

Menanggapi hal tersebut, bapak Ahmad mengatakan bahwa kebijakan penyelenggaraan perkuliahan beserta penetapan besaran UKT di UGM adalah kewenangan Majelis Wali Amanat. UGM memiliki kewenangan untuk mengatur ‘bisnisnya’ sendiri karena memiliki status PTN-Badan Hukum. Mendengar pernyataan tersebut, Umar Abdul Aziz (FISIPOL) menanggapi bahwa sejak tahun 2013 hingga sekarang, permasalahan UKT tidak pernah ditanggapi secara serius. Pemerintah maupun rektorat selalu saja melempar perkara ini ke pihak lain. Seolah-olah tidak ada itikad baik untuk menyelesaikannya. Sejak pertama kali sistem ini diterapkan, biaya kuliah justru menjadi semakin mahal. Apabila biaya kuliah yang menggunakan sistem UKT dibandingkan dengan sistem BOP, akan terlihat jarak yang sangat besar. UKT ini seperti memeras uang dari mahasiswa.

Bapak Ahmad mengatakan bahwa beliau akan mencoba menyampaikan aspirasi ini kepada menristek-dikti. Namun, itikad tersebut sepertinya hanya ucapan lisan belaka. Karena ketika dimintai untuk menandatangani kontrak kesepakatan, beliau menolak dengan dalih tidak memiliki kewenangan untuk menjanjikan perubahan kebijakan. Setelah itu, massa aksi meminta agar secepatnya diadakan audiensi antara mahasiswa, kemenristek-dikti, dan juga pihak rektorat agar permasalahan ini dapat segera dituntaskan. Namun, beliau hanya bergeming. Pada akhirnya beliau hanya memberikan nomor telepon selularnya kepada massa aksi.

Kami percaya kepada Anda, Pak. Sehingga kami akan memegang ucapan Anda. Mudah-mudahan apa yang Anda ucapkan siang tadi masih Anda ingat sehingga dapat Anda sampaikan kepada bapak menteri dan mudah-mudahan Anda akan benar-benar menjawab pesan singkat dan panggilan kami, tidak cuma di-read.

Kajian Strategis dan Advokasi DEMA FAPERTA UGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.