Pangan Nasional: Konsumsi Pangan Lokal dan Lindungi Hak Asasi Petani

Ketela Rambat

Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Hal ini karena letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dengan panjang penyinaran matahari sepanjang tahun. Anugerah tanah yang subur, dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya seolah semakin memantaskan Indonesia layaknya negeri utopis itu.

Namun, Indonesia jika diukur dengan keunggulan kompetitif, negara kita jauh di belakang negara lain, contohnya dari Malaysia dan Singapura. Singapura berada di peringkat 2 dan Malaysia berada di peringkat 21. Sementara Indonesia berada di peringkat 46 dari 144 negara berdasarkan World Economic Forum tahun 2011. Oleh karena itu, upaya-upaya harus dilakukan untuk meningkatkan keunggulan dan daya saing bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan inovasi teknologi, dan pengentasan kemiskinan, serta peningkatan kemandirian bangsa yang salah satunya leewat kemandirian dan kedaulatan pangan.
Indonesia sebagai negara agraris hingga saat ini masih berkutik dengan berbagai masalah. Konflik agraria, kelaparan, kekurangan gizi, kemiskinan, alih fungsi lahan dan beragam kesulitan pangan lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dalam pengelolaan pangan berbasis pada kedaulatan pangan. Petani sebagai tameng utama dalam kegiatan produksi dan pengolahan pangan juga masih dipusingkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang secara sistemik memiskinkan petani. Jika ditarik kebalakang, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Indonesia membuka kran impor besar-besaran berbagai macam komoditas pangan, seperti kedelai, gandum, beras, jagung, dan daging sapi yang justru melemahkan dan menghilangkan kedaulatan pangan.
Jalan terbaik yang bisa kita lakukan sebagai seorang mahasiswa untuk membantu pangan nasional saat ini adalah dengan tidak membeli bahan-bahan impor, melakukan inovasi pada produk pangan lokal Indonesia dan mengkonsumsi produk pangan lokal Indonesia. Sejatinya, sumber karbohidrat tidak hanya berasal dari beras saja. Ada banyak produk lokal pengganti beras seperti ketela, ubi, jagung, sagu, labu, dan lain-lain. Dengan mengkombinasikan berbagai produk olahan tersebut, kita bisa bernapas lega karena ketergantungan terhadap beras dapat teratasi (karena saat ini kita belum bisa swasembada beras). Perubahan pola konsumsi untuk kembali kepada pangan lokal merupakan solusi yang nyata dalam membantu perekonomian petani Indonesia.
Melindungi HAM Petani
Perjuangan petani dalam memproduksi pangan seolah akan terus menghadapi cobaan besar. Pasalnya, tanah atau lahan yang dipergunakan untuk bercocok tanam kini jengkal demi jengkal telah terenggut oleh bulldozer besar milik pemerintah dan swasta yang kapitalis dan zalim. Seiring dengan meningkatnya jumlah konflik agraria, luas areal konflik agraria selama 2009-2014 juga meningkat dengan tajam. Pada tahun 2009, luas areal konflik agraria adalah 133.278 hektar. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun sampai 2014. Pada 2014, luas areal konflik agraria adalah 2.860.977 hektar. Meningkatannya luas areal konflik agraria selama 2009-2014 adalah 2046,6%. Data konflik agraria yang diungkap Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tahun 1970-2001 tercatat 1.753 kasus, yang mencakup luas tanah 10.892.203 hektar dan mengakibatkan setidaknya 1.189.482 keluarga menjadi korban. Pembangunan Bandara di lahan produktif Kulonprogo, Kasus pembangunan pabrik semen di Rembang, kasus pembunuhan Salim Kancil, kasus huru-hara tanah di Urut Sewu dan masih banyak sekali konflik agraria lainnya yang telah meninggalkan goresan pada tanah Ibu pertiwi.
 
Bagaimana bisa petani bercocok tanam jika tanah mereka direbut paksa? Bagaimana bisa petani mewujudkan kedaulatan pangan jika lahan pun mereka tak punya? Pemerintah dan kita semua sama-sama tahu dan belajar dari kejadian yang lalu-lalu, bahwa hidup matinya suatu bangsa tergantung dari pangannya. Apa perlu rakyat negara ini kehabisan pangannya sampai kita semua tersadar betapa pentingnya sektor pangan? Oleh karena itu, kedaulatan pangan bagi negara Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang pasti dan merupakan bentuk dari proklamasi kemerdekaan kedua bagi warga negara Indonesia. Majulah Indonesia, Majulah Pangan Nasional. “Hiduplah…Indonesia Raya!!!”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.