Menilik Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Per 2017 Mendatang

llCantrang merupakan salah satu dari sekian banyak alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Indonesia. Cantrang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 (dua) panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang. Cantrang merupakan alat tangkap yang termasuk Danish Seine yaitu jenis alat tangkap dengan metode penangkapannya tanpa menggunakan otterboards, jaring dapat ditarik menyusuri dasar laut dengan menggunakan satu kapal. Alat tangkap cantrang merupakan salah satu alat tangkap ikan yang dianggap produktif sehingga banyak digunakan oleh para nelayan.

Dilihat dari perspektif historinya, cantrang merupakan alat  tangkap  ikan yang telah digunakan oleh nelayan tradisional Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Berdasarkan sejarah tersebutlah cantrang sudah dianggap sebagi alat tangkap kerakyatan. Kemudian kita lihat dari sudut pandang teknisnya, alat tangkap cantrang merupakan alat tangkap yang banyak di operasikan di perairan utara jawa. Secara teknis, cantrang dioperasikan dengan menangkap ikan yang ada di dasar perairan dengan menarik jaring menggunakan kapal yang yang sedang bergerak, apapun yang ada didasar perairan dan berada di depan mulut jaring akan masuk ke dalamnya. Alat tangkap ini memiliki mata jaring berukuran rata-rata 1,5 inci. Dari segi teknisnya, alat tangkap ini memiliki kemiripan dengan Trawl atau biasa disebut dengan Pukat Harimau.

Pada tanggal 11 Februari 2016, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengeluarkan surat edaran Nomor : 72/MEN-KP/II/2016 tentang pembatasan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia. Di dalam surat edaran tersebut menerangka bahwa pembatasan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang tersebut dilaksanakan sampai 31 Desember 2016 dan setelahnya penggunaan alat tangkap cantrang akan dilarang. Pembatasan tersebut menyatakan bahwa nelayan tetap dapat menggunakan alat tangkap cantrang sampai 31 Desember 2016 dengan 5 syarat yang berlaku. Menurut hasil wawancara dengan salah satu dosen Jurusan Perikanan, Suwarman Partosuwiryo, yang juga menjabat sebagai Kabid Perikanan Dislautkan DIY, senggang waktu yang diberikan pada nelayan sampai 31 Desember 2016 ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada nelayan untuk melanjutkan aktivitas ekonominya sembari pemerintah menyiapkan alat tangkap baru yang lebih ramah lingkungan namun memiliki produktivitas kurang lebih sama dan nantinya akan diberikan kepada para nelayan.

Ketika berbicara tentang alat tangkap, maka unsur yang dipertimbangkan bukan hanya produktivitas alat tangkap tersebut namun juga mempertimbangkan unsur ekologi. Alat tangkap cantrang memiliki sifat non-selektif, apapun yang ada di mulut jaring akan masuk ke dalam, terlebih dengan mata jaring yang berukuran 1,5 inci yang menyebabkan ikan-ikan kecil tidak dapat meloloskan diri dan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya ikan karena ikan kecil tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dan memperbanyak spesiesnya. Hal ini bersimpangan dengan peraturan KKP yang berlaku yaitu besar mata jaring yang diperbolehkan adalah 2 inci. Walaupun cantrang memiliki produktivitas yang tinggi, namun tetap saja cantrang tidak baik dioperasikan karena bersifat tidak ramah lingkungan.

Untuk melestarikan sumberdaya ikan, perlu adanya pengawasan dan pengaturan terhadap alat tangkap yang digunakan agar menunjang perikanan yang bertanggung jawab dan lestari. Suatu kebijakan dikatakan salah ketika merugikan rakyat. Dengan pelarangan alat tangkap cantrang ini, otomatis para nelayan akan seketika jatuh produksi ikannya dan bahkan dapat berhenti melaut. Namun disini, pemerintah menghadirkan sebuah solusi yang baik dengan memberikan senggang waktu kepada para nelayan serta memberikan alat tangkap baru yang ramah lingkungan kepada para nelayan. Kebijakan Menteri Perikanan dan Kelautan ini suatu langkah yang tepat dan patut didukung keberlanjutannya. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa sepatutnya ikut mendukung dan mengawasi kebijakan pemerintah yang bersifat membangun, terutama dalam implementasinya di lapangan.

#Hidup Mahasiswa Indonesia
#Jalesveva Jayamahe

Kautsar Fahreza Tandipanga’
Manajemen Sumberdaya Perikanan
Jurusan Perikanan 2015
Fakultas Pertanian UGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.