Surat Kecil untuk Presiden Jokowi #100hariJokoWidodo

Dari Pertanian untuk Indonesia

Kepada Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, apa kabar Bapak sekeluarga di 100 hari Kepemimpinan Bapak sebagai Presiden RI? Kami harap Bapak sekeluarga baik-baik saja di Istana Negara. Sayang seribu sayang, keadaan Bapak tidak sebanding dengan keadaan pertanian di Indonesia saat ini tidak dalam keadaan baik. Saat ini 28,5 juta penduduk Indonesia berstatus miskin, dan 18 juta diantara berasal dari pedesaaan yang mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan. Jumlah rata-rata pendapatan petani di Indonesia sekitar Rp 1 juta per bulan atau sekitar 30 ribu per hari.

Bayangkan Pak,

Bagaimana keluarga petani dan nelayan bisa memberikan gizi yang baik untuk keluarga mereka?

Bagaimana mereka bisa menyekolahkan anak-anak mereka?

Bagaimana mereka bisa mendapat pelayanan kesehatan yang baik jika hanya berpenghasilan 1 juta per bulan? Sebanyak 75% tingkat pendidikan petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24% lulus SMP dan SMA, dan hanya 1% yang lulus Perguruan Tinggi. Sekitar 65% petani Indonesia adalah petani subsisten (bertani untuk memenuhi kebutuhannya sendiri) dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 ha.

Bagaimana petani bisa meningkatkan produksinya jika lahan saja masih minim? Bagaimana petani bisa melakukan usaha pertanian jika petani dan nelayan dipersulit dalam mendapatkan modal.

Bayangkan saja Pak,

Bunga bank di Indonesia tergolong sangat tinggi yaitu 14% per tahun, jauh dibawah Jepang yang hanya 0,5%; Korea 2%; dan Thailand 3,8%. Hal inilah yang menyebabkan petani dan nelayan kesulitan mendapatkan kredit. Sungguh ekonomi kita telah memarjinalkan petani dan nelayan ke golongan paling sudra.

Ketika kita melihat pemberitaan di televisi,

Bapak dengan entengnya membuat kebijakan menaikkan dan menurunkan BBM. Mungkin bagi sebagian rakyat kelas menengah ketas itu tidak bermasalah, tapi bagi Petani, satu rupiah kenaikan harga BBM maka satu tetes air mata kami teteskan ke bumi pertiwi karena semakin mahalnya biaya distribusi produk pertanian.

Nelayan kesulitan melayar karena tak sanggup membeli BBM. Di Pusat memang harga BBM turun, tapi di daerah-daerah harga tetap saja mengiris hati. Dengan naik turunnya harga BBM, maka harga bahan pokok pun juga ikut naik turun. Mayoritas masyarakat akan mengeluh jika harga bahan pokok ikut melejit, kemudian dengan gampangnya menteri-menteri Bapak mengatakan dan menyalahkan petani karena naiknya harga bahan pokok. Padahal jika Bapak tahu, sekalipun harga bahan pokok naik, petani tidak pernah mendapatkan keuntungan. Hanya tengkulak dan pengusaha serta pemilik toko grosir besar itulah yang meraup keuntungan.

Bapak Jokowi, sebentar lagi bulan Desember 2015 akan tiba. Bapak Jokowi tahu ada apa di bulan Desember 2015? Ya, kalau Bapak lupa, kami akan mengingatkan kembali bahwa bulan Desember 2015 akan ada AEC (Asean Economic Community).

Sungguh Kami takut Pak, jika melihat kesiapan masyarakat Tani dan nelayan dalam menghadapi AEC ini. Berdasarkan survei yang kami lakukan di Jogja, 90% petani dan nelayan tidak tahu apa itu AEC. Bagaimana petani dan nelayan bisa mengahadapi AEC jika pengertian dan maksud dari AEC saja mereka tidak tahu.

Kami takut, masyarakat kita hanya sebagai pengikut saja, sedang pemain utamanya adalah Negara-negara lain.

Kami takut produk pertanian dan perikanan kita kalah bersaing dengan luar negeri. Kami takut produk pertanian kita dihargai murah karena hanya berupa ekspor barang mentah, bukan barang olahan yang memiliki nilai tambah tinggi, berkemasan menarik, serta dipasarkan dengan strategi pemasaran yang baik. Petani kita mana tahu Pak hal-hal semacam itu. Untuk itu disinilah peran pemerintah (khususnya Pak Jokowi sebagai penentu kebijakan pertanian Indonesia) untuk memberikan pengetahuan, pengarahan, dan pendampingan kepada petani dan nelayan tentang faktor produksi dari hulu ke hilir sehingga produk pertanian kita dapat bersaing bahkan menjadi pemain utama dalam perdagangan bebas AEC tahun depan.

Bapak Jokowi yang baik hatinya,

Kami mengakui dan sangat mendukung bahwa Bapak akan mengangkat kembali wajah pertanian Indonesia dengan rencana swasembada pangan dalam waktu 3 tahun dan akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sungguh kami mendukung

Bapak akan membangun bendungan dan memperbaiki irigasi serta memberikan subsidi benih dan pupuk. Kami mendukung kinerja Ibu Susi yang dengan tegas akan menangkap pencuri sumber daya laut kita. Kami mendukung adanya swasembada pangan untuk Indonesia adalah

sebuah keharusan. Namun, perlu digarisbawahi Pak, sesungguhnya kedaulatan tidak hanya dimaknai dengan memberikan produksi melimpah

dan berhasil menggenjot ekspor, tetapi lebih ditekankan pada pemenuhan akan kesejahteraan petani dan nelayan.

Kedaulatan ini meliputi:

kedaulatan akan penguasaan lahan, kedaulatanakan modal, kedaulatan akan benih, kedaulatan akan benih ikan, kedaultan akan pupuk, kedaulatan akan pestisida, dll.

Bagaimana bisa kita dikatakan melakukan swasembada dan berdaulat akan pangan jika, rakyat tani telah kehilangan kedaulatannya

dengan dikuasainya benih oleh perusahaan agribisnis raksasa seperti Du Pont, Charoen Phokphand, Sygenta, Novartis, Monsanto, Sakata,

Bayer, Delta and Pine Land dan anak-anak perusahaan mereka di tingkat nasional. Sementara itu, perusahaan agribisnis tersebut juga menghasilkan pestisida yang lagi-lagi merenggut kemandirian petani. Rata-rata nilai pasar per tahun dari industri pestisida ini setara dengan sepersepuluh GDP Indonesia: 240 juta penduduk.

Adanya perkebunan hanya digunakan sebagai mesin penghasil uang bagi segelintir perusahaan saja. Dari total luas lahan sawit yang ditanami

sebesar 5,5 juta hektar sebanyak 4 juta hektar (67 persen) dikuasai oleh perusahaan swasta sementara sisanya dikelola oleh perkebunan-perkebunan kecil berbasis keluarga tani. Ketidakadilan serupa terjadi pada masyarakat kecil yang hidup di pesisir pantai sebagai nelayan kecil.

Sebagian besar nelayan tidak mampu mengakses teknologi yang diperlukan dalam menjalankan aktifitasnya. Sebanyak 95 persennya adalah nelayan miskin.Sementara sisanya adalah para juragan pemilik perahu yang hidupnya sejahtera. Nelayan juga seringkali terbelit utang kepada para juragan, selain cicilan yang membengkak, nelayan juga ditekan dengan harga jual yang dipotong oleh para juragan. Belum lagi datangnya perusahaan besar yang kerap “menyedot” dan tidak menyisakan kekayaan alam bagi para nelayan kecil.

Jika hal ini terus Bapak biarkan maka kedaulatan hanya akan dicapai oleh perusahaan-perusahaan besar dan kaum pemodal yang sangat kapitalistik, sedang masyarakat tani dan nelayan tetap saja dibawah garis kemiskinan. Untuk itu, Kami juga menuntut dilaksankannya Reforma Agraria sesuai dengan yang tercantum dalam UUPA 1960 supaya terciptanya sumber-sumber kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria.

Di seratus hari Bapak menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia,

Kepemimpian Bapak belum benar-benar dirasakan oleh rakyat tani dan nelayan di Indonesia. Surat kecil ini hanyalah sebagian kecil saja dari besarnya masalah pertanian di Indonesia yang bernada sendu dan penuh ironi. Banyak sekali PR Bapak di bidang Pertanian.

Kami yakin Bapak bisa berbuat sesuatu untuk memajukan pertanian Indonesia asalkan Bapak tetap professional, tegas, dan tidak mau mendengarkan kepentingan-kepentingan partai politik yang (katanya) ada di belakang Bapak.

Di 100 hari kepemimpinan Bapak Jokowi, Kami akan merapatkan barisan dan terus mengawal kepemimpinan Bapak. Kami akan selalu mendukung kebijakan Bapak yang pro dengan petani dan nelayan, dan MENOLAK dengan TEGAS penindasan kepada petani dan nelayan. Demikian surat kecil ini kami buat untuk Bapak Jokowi yang BERKEKUASAAN BESAR.

Kami berharap Bapak dapat mengubah wajah pertanian Indonesia menjadi motor penggerak roda perekonomian Indonesia untuk mewujudkan terbentuknya kedaulatan pangan serta terwujudnya Indonesia sebagai Negara poros maritim dunia yang akan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mohon Bapak baca dan terima aspirasi Kami, dari mahasiswa yang memperjuangkan rakyat yang sejak dulu dimarjinalkan─Petani dan Nelayan.

Salam

Dewan Mahasiswa Fakultas Pertanian 2015

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.